Pulau Berhala merupakan pulau terluar dan berbatasan dengan Malaysia yang luasnya 44,75 Ha dan dikelilingi hamparan terumbu karang. Di
pulau ini terdapat Titik Dasar (TD) no. 184 dan Titik Referensi (TR)
no. 184 yang terdaftar dalam PP no. 38 Tahun 2002. Letaknya yang
terpencil mengakibatkan pulau ini terbuka dari berbagai peluang maupun
ancaman dari negara tetangga. Ancaman yang serius adalah kemungkinan
terjadinya effective occupation oleh negara tetangga dan
eksploitasi sumber daya perikanan oleh nelayan asing. Ancaman yang sudah
terjadi saat ini adalah, Malaysia mengklaim batas negaranya berdasarkan
landas continent, sehingga dasar lautnya mendekati Pulau Berhala,
sementara Indonesia mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) equal distance
sebagai batas negaranya, yang berarti perairan Selat Malaka terbagi dua
untuk Indonesia dan Malaysia. Nelayan Indonesia yang berada di perairan
over lapping ini, pada Tahun 2001 ditembak oleh kapal patroli
Malaysia. Selain itu kondisi pulau yang berada di Selat Malaka yang
menjadi jalur pelayaran internasional, menyebabkan pulau ini cenderung
rawan terhadap berbagai kemungkmnan terjadinya kerusakan alam.
Selain
itu permasalahan lainnya yang dihadapi Pulau Berhala, akibat dari
pertambahan jumlah penduduk, perluasan pemukiman, pariwisata dan
transportasi laut serta berbagai intensitas pembanganan yang lain, maka
wilayah pulau-pulau kecil (khususnya Pulau Berhala) tersebut menghadapi
permasalahan serius berupa tekanan lingkungan yang tinggi akibat
over-eksploitasi sumber daya alam, penangkapan ikan
tidak
ramah lingkungan, pencemaran, sedimentasi, degradasi fisik habitat,
abrasi pantai, bencana alam, dan konflik penggunaan ruang, serta
konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya. Hal
ini jelas akan mengancam kapasitas keberlanjutan dari banyak ekosistem
Pulau Berhala, sehingga mengakibatkan pembangunan yang merusak (unsustainable development pattern).